Sejak itu
ketika kupanjat sebuah menara di tepi tebing
terjal
terkikis ombak yang enggan perlahan
entah menahan.
Meneropong gadis-gadis berjalan bersautan;
bersalipan.
Subuh ia kenakan sepanjang menapaki jejak di pasir merah kecoklatan
menudungi diri, menyembunyikan hati dari kejaran sepi
terkadang sunyi; sendiri.
Sejengkal dari tudungnya, senyum tak henti menjadi misteri
begitu mengikis, menabrak tebing hati;
bergetar.
Barisan gigi putih, tak henti menapaki pelataran hati.
Kini siapa kan hilang, ketika fajar menjilat cakrawala
tarian sepoi angin memutar 5 kincir;
dua bait dari sini semoga tak hilang dari penglihatan
kata-kata yang ia tiupkan di sisa gelap, sebelum fajar.
***
“Duh Gusti, hambaMu yang mana yang bisa henti mendosai diri?
Jika yang bertudung subuh pun tak henti menzinai hati.
Kata-kata tersirat justru belenggukan makna hati.”
AGUSTUS 2015
KISAH DI ATAS MENARA: PARA GADIS BERTUDUNG SUBUH
Reviewed by Fitroh Kurniadi
on
November 30, 2015
Rating: