Kecap Kasih dari Silam


Kecap Kasih dari Silam

Senandung gemericik air parit tlah menjadi bagian dalam romansa cinta kasihku bersamanya, kekasih yang hadir di masa silam. Kekasih yang hadir di kala aku didera pilu, meradang karena cinta yang tak kunjung hadir menyergap hatiku. Hadirnya membawa air telaga dengan secakup kedua tangannya, membasuh wajahku, segarkan pandangku dari kebutaan karena kebencian terhadap ketidakpastian. Menembus hingga ke rongga-rongga hati, membasuh jiwa yang kering tandus akan cengkram panas kesenduan.

Kini kisah tlah berlalu, karena tahun tlah menyibak lalu, lembar hari tlah berganti lembar. Namun dekapnya masih terasa hingga aku di penghujung kesendirian. Dekap erat yang membawaku ke dimensi alam lain, yang tak pernah aku mampu terbang meraihnya jika hanya sendiri dengan sayapku. Juga kini masih terasa harum semerbak rambutnya, yang terurai menyibak bersama alunan semilir angin yang  menabrak dedaun. Masih terus terbawa ke mimpi mengisi senggang sendiri dalam belahan hati.

Kecap kasih dari buah bibirnya adalah yang tersulit untuk dilupakan, bahkan gempita malam ketika aku harus berpaling dari bayangnya, kala mimpi menjemput aku di tepian gemintang. Membawa aku jauh melayang ke bias-bias sinar rembulan yang menyusup dalam rongga-rongga dedaun lalu jatuh ke tanah peraduan.

Ingatku saat kita berdua memadu kasih, dengan jemari mengikat pasti. Memandang segar embun pagi di pematang sawah, lengkap dengan bertaburnya burung, dan rumput-rumput segar dengan sejuta kesegaran. Lalu kesegarannya melantar lewat udara, menyusup dalam rongga hidung, membuat jiwa kita yang lelah dalam peraduan, segera bersemayam dalam kedamaian cinta.

Namun kecap kasih cepat berlalu, sang kekasih begitu cepat pergi menghalau. Atau mungkinkah termakan oleh paruh waktu dan menggilas sisa kasih yang menjadi bait penompang bahagiaku. Kecap kasih yang hanya sebentar hadir, lalu menyeruak hilang bersama ilalang. Kini dalam aroma semebyar rambutnya tlah menjadi bayang, bahkan masih terasa dalam hirupku, yang menghantarku dalam meraih malamku, menjemput mimpi dalam tidurku.

Kecap kasih, meski kini tak sanggup aku raih bibir manismu, dalam setiap bayang kau kan slalu berkembang. Tak akan mudah terlupakan oleh semerbak kisah yang lalu lalang. Hadimu dalam silam, bukanlah kembang yang mekar lalu terbuang. Namun slalu tertanam dalam taman-taman hati, tertata rapi di sepanjang penghujung telaga mimpi. Hingga aku sibak, lalu beristirahat dalam semerbak aroma dan warna kasihnya.
Kecap Kasih dari Silam Kecap Kasih dari Silam Reviewed by Fitroh Kurniadi on Oktober 06, 2014 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.